BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sunda adalah sebagai nama kerajaan
kiranya baru muncul pada abad ke 8 sebagai lanjutan atau penerus kerajaan
Tarumanegara. Pusat kerajaan berada di sekitar Bogor, sejarahnya sunda
mengalami babak baru karena arah pesisir utara di Jayakarta (Batavia) masuk ke
kuasaan kompeni Belanda sejak 1610 dan dari arah pedalaman sebelah timur masuk
kekuasaan Mataram sejak 1625.
Suku sunda merupakan kelompok etnis yang berasal dari
bagian barat pulau Jawa, Indonesia, yaitu berasal dan bertempat tinggal di Jawa
Barat. Daerah yang juga sering disebut Tanah Pasundan atau Tatar Sunda.
Masyarakat sunda mengartikan kata “sunda” menjadi beberapa pengertian :
Ø
Sunda, dari kata “Saunda”, berarti
Lumbung bermakna (subur dan makmur)
Ø
Sunda, dari kata “Sonda”, berarti
bahagia
Ø
Sunda, dari kata “Sonda”, berarti
sesuai dengan keinginan hati
Ø
Sunda, dari kata “Sundara”, berarti
lelaki yang tampan
Ø
Sunda, dari kata “Sundari”, berarti
wanita yang cantik
Ø
Sunda, dari kata “Sundara”, nama
dewa kamaja (penuh rasa cinta kasih)
Ø
Sunda berarti indah
Jika dilihat dari arti Sunda diatas, tidak ada satupun
arti yang kurang baik, hampir semua artinya baik. Hal ini menunjukkan bahwa
tujuan masyarakat sunda adalah pengharapan akan kebaikan dalam setiap aspek kehidupan.[1][1]
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Bagaimana Pola Hidup Suku Sunda
Pola
hidup masyarakat suku sunda adalah berladang. Komunitas peladang ini hidupnya
cenderung berpindah-pindah atau nomaden, dan budaya bersawah memang kemudian
dikenal pada masa pajajaran. Namun area persawahan pada masa itu pun hanya
berada di wilayah yang berdekatan dengan kota Pakuan. Sedangkan masyarakat
sunda di luar Pakuan tetap bekerja sebagai peladang.
Para
petani menggarap sawah mereka untuk keperluan orang-orang kota Pakuan semacam
bangsawan, bukanlah untuk diri mereka pribadi. Masyarakat hanyalah patut dan
tunduk oleh para bangsawan.
Selain
bekerja sebagai peladang, masyarakat sunda juga ada yang bekerja sebagai
penggali saluran untuk menangkap ikan, dan untuk masyarakat yang hidup di
pesisir pantai atau pun laut mereka akan mencari nafkah dengan menjala, menarik
jaring, memasang jaring, menangguk ikan, merentang jaring. Pola hidup bertani
dan berladang itu pasti dilakukan oleh masyarakat sunda, biasanya masyarakat
peladang bertani di perbukitan dan masyarakat petani (persawahan) bertani di
daerah yang lebih lembab.
2.2. Bagaimana 7 Unsur Kebudayaan Suku Sunda
Unsur-unsur
kebudayaan suku sunda adalah :
1.
Sistem
Peralatan dan Teknologi
Sistem peralatan masyarakat sunda
terdapat pada senjata tradisionalnya yaitu kujang. Senjata seperti kujang ini
disimpan sebagai pusaka yang digunakan untuk melindungi rumah dari bahaya
dengan meletakkan di atas tempat tidur. Menurut sebagian orang kujang mempunyai
kekuatan tertentu yanng berasal dari dewa (Hyang),
kujang juga dipakai sebagai salah satu estetika dalam beberapa organisasi serta
pemerintahan. Dengan perkembangan kemajuan, teknologi, budaya, sosial dan
ekonomi masyarakat sunda, kujang pun mengalami perkembangan dan pergeseran
bentuk, fungsi dan makna. Dari sebuah peralatan pertanian, kujang berkembang
menjadi sebuah benda yang memiliki karakter tersendiri dan cenderung menjadi
senjata yang bernilai simbolik dan sakral.
Berdasarkan fungsi kujang terbagi
menjadi empat antara lain, Kujang Pusaka ( lambang keagungan dan
perlindungan keselamatan), Kujang Pakarang (untuk berperang), Kujang Pangarak (sebagai
alat upacara), Kujang Pamangkas ( sebagai alat berladang).
Teknologi di
masyarakat sunda pula saat ini sudah berkembang pesat, masyarakat saat ini
sudah banyak mengenal dan bahkan memiliki benda-benda elektronik, tetapi
adapula masyarakat sunda yang masih kental dengan adat dan menghindari tentang
adanya teknologi dan unsur modern. Contohnya adalah masyarakat baduy. Mereka
memang tidak begitu suka dengan perubahan teknologi, karena bagi mereka adat
leluhur dari nenek moyang haruslah tetap dijalankan
2. Bahasa
Bahasa sunda juga mengenal tingkatan
dalam bahasa, yaitu bahasa untuk membedakan golongan usia dan status sosial
antara lain, yaitu :
Ø Bahasa sunda
lemes (halus) yaitu dipergunakan untuk berbicara dengan orang tua, orang yang
dituakan atau disegani.
Ø Bahasa sunda
sedang yaitu digunakan antara orang yang setaraf, baik usia maupun status
sosialnya
Ø Bahasa sunda
kasar yaitu digunakan oleh atasan kepada bawahan, atau kepada orang yang status
sosialnya lebih rendah.
Namun demikian di Serang dan di
Cilegon, lebih lazim menggunakan bahasa Banyumasan (bahasa Jawa tingkatan
kasar) digunakan oleh teknik pendatang dari suku jawa.
3. Mata Pencaharian
Mata pencaharian pokok masyarakat
sunda adalah :
Ø
Bidang perkebunan, seperti tumbuhan
teh, kelapa sawit, karet dan kina
Ø
Bidang pertanian, seperti padi,
palawija, dan sayur-sayuran
Ø
Bidang perikanan, seperti tambak
udang, dan perikanan ikan payau
Ø
Selain bertani, berkebun dan
mengelola perikanan, ada juga bermata pencaharian sebagai pedagang, pengrajin, peternak.
4. Organisasi Sosial / Sistem
Kemasyarakatan
Sistem kekerabatan yang digunakan
adalah sistem kekerabatan parental atau bilateral, yaitu mengikuti garis
keturunan kedua belah pihak orang tua yaitu bapak dan ibu. Dalam keluarga
sunda, bapak yang bertindak sebagai kepala keluarga. Ikatan kekeluargaan yang
kuat dan peranan agama Islam yang sangat mempengaruhi adat istiadat mewarnai
seluruh sendi kehidupan suku sunda.
Dalam bahasa sunda dikenal pula kosa
kata sejarah dan sarsilah (silsilah, silsilah) yang maknanya kurang lebih sama
dengan kosa kata sejarah dan silsilah dalam bahasa Indonesia. Makna sejarah
adalah susun galur atau garis keturunan. Pada saat menikah, orang sunda tidak
ada keharusan menikah dengan keturunan tertentu asal tidak melanggar ketentuan
agama. Setelah menikah, penggantin baru bisa tinggal di tempat kediaman istri
atau suami tetapi pada umumnya mereka memilih tinggal di tempat baru atau
neolokal. Dilihat dari sudut ego, orang sunda mengenal istilah tujuh generasi
keatas dan tujuh generasi ke bawah, antara lain yaitu :
Tujuh generasi keatas :
Kolot, Embah, Buyut, Bao, Janggawareng, Udeg-udeg,
Gantung Siwur
Tujuh
Generasi Kebawah :
Anak, Incu, Buyut, Bao,
Janggawareng, Udeg-Udeg, Gantung Siwur
5.
Sistem
Pengetahuan
Pendidikan di suku sunda sudah
dibilang sangat berkembang baik. Terlihat dari peran pemerintah Jawa Barat.
Pemerintah Jawa Barat memiliki tugas dalam memberikan pelayanan pembangunan
pendidikan bagi warganya, sebagai hak warga yang harus dipenuhi dalam pelayanan
pemerintah. Pembangunan pendidikan merupakan salah satu bagian yang sangat
vital dan fundemental untuk mendukung upaya-upaya pembangunan Jawa Barat di
bidang lainnya. Pembangunan pendidikan merupakan dasar bagi pembangunan lainnya,
menginggat secara hakiki upaya pembangunan pendidikan adalah membangun potensi
manusia yang kelak akan menjadi pelaku pembangunan.
Dalam setiap upaya pembangunan, maka
penting untuk senantiasa mempertimbangkan karekteristik dan potensi setempat.
Dalam konteks ini masyarakat Jawa Barat yang mayoritas suku sunda memiliki
potensi budaya dan karekteristik tersendiri, baik secara
sosiologis-antropologis, falsafah kehidupan masyarakat Jawa Barat yang telah
diakui memiliki makna yag sangat mendalam.
6.
Kesenian
Masyarakat
sunda begitu gemar akan kesenian, sehingga banyak terdapat jenis kesenian
diantaranya seperti :
Ø
Seni Bangunan
Rumah adat
tradisional msayarakat sunda adalah berbentuk keraton kesepuhan cirebonan yang
memiliki 4 ruang, yaitu sebagai berikut :
1.
Pendopo yaitu tempat untuk
keselamatan sultan
2.
Pringgondani yaitu tempat untuk
sultan memberikan perintah kepada adipati
3.
Prabayasa yaitu tempat sultan
menerima tamu (ruang Tamu)
4.
Panembahan yaitu ruang kerja dan
tempat istirahat sultan
Ø
Seni Tari
Tari yang
terkenal di masyarakat sunda adalah tari topeng, tari merak, tari sisingaan dan
tari jaipong.
Ø
Seni Suara
dan musik
Alaat musik
tradisional masyarakat sunda adalah angklug, calung, kecapi, dan degung. Alat
musik ini digunakan untuk mengiringi tembang. Tembang adalah puisi yang di
iringi oleh kecapi dan suling. Salah satu lagu tradisional masyarakat sunda
yaitu : Bubuy Bulan, Manuk dadali dan Tokecang.
Ø
Seni Sastra
Sunda sangat
kaya akan seni sastra, contohnya Prabu Siliwangi yang diungkapkan dalam bentuk
pantun dan Si Kabayan yang diungkapkan dalam bentuk prosa.
Ø
Seni Pertunjukan
Pertubjukab
yang paling terkenal di suku sunda adalah Wayang Golek. Wayang golek adalah
boneka kayu dengan penampilan yang sangat menarik dan kreatif.
7. Religi/Agama
Sebagian besar masyarakat suku sunda
menganut Agama Islam, namun ada pula yang beragama kristen, hindhu atau budha,
dll. Mereka itu tergolong pemeluk agama yang taat karena bagi mereka kewajiban
beribadah adalah prioritas utama. Contohnya dalam menjalankan ibadah puasa,
sholat lima waktu, serta berhaji bagi yang mampu. Mereka juga masih mempercayai
adanya kekuatan ghaib. Terdapat juga adanya upacara-upacara yang berhubungan
dengan salah satu fase dalam lingkaran hidup, mendirikan rumah, menanam padi,
dan lain-lain.
2.3. Bagaimana Upacara Adat Pengantin Suku Sunda
Upacara
adat pengantin suku sunda merupakan salah satu pilihan calon mempelai yang
ingin merayakan pesta pernikahannya. Khususnya mempelai yang berasal dari Sunda.
Adapun rangkaian acaranya dapat dilihat berikut ini:
a. Sawer
Kedua mempelai duduk di penyaweran,
yaitu di halaman rumah tempat cucuran air hujan yang jatuh dari atap rumah
dengan dipanyungi. Acara ini dipimpin oleh seorang panembang (penyanyi)
yang membawakan tembang yang berisikan nasihat-nasihat orang tua bagi kedua
mempelai. Kedua orang tua mempelai menaburi pengantin/nyawer yang bahannya
terdiri dari beras kuning, bunga-bungaan, uang kecil/recehan,dan kembang gula
yang diperebutkan oleh para tamu; terutama anak-anak.
b. Meuleum Harupat
Meuleum harupat berarti membakar
tangkai bunga pinang kering, dimana api yang menyala kemudian ditiup oleh kedua
mempelai yang berarti hambatan, kesulitan dan godaan dalam berumah tangga
hendaknya dipecahkan bersama-sama. Setelah itu dilakukan acara:
c. Nincak Endog
Nincak endog berarti menginjak
telur, dimana pengantin pria menginjak telur yang kemudian kakinya akan dibasuh
oleh pengantin wanita. Acara ini bermakna pengabdian seorang istri kepada suaminya.
Kemudian dilanjutkan dengan acara:
d. Nincak Songsong
Nincak songsong berarti menginjak
songsong, songsong adalah bamboo kecil untuk meniup kayu bakar agar apinya
tetap menyala. Setelah itu dilaksanakan acara:
e. Meupeuskeun Kendi
Kendi adalah tempat air dari tanah
liat, kendi tersebut dipecahkan bersama oleh kedua mempelai. Acara ini bermakna
sebagai penolak bala dalam rumah tangga. Acara dilanjutkan dengan:
f. Buka Panto
Buka panto berarti buka pintu, yang
bermakna permohonan izin seorang suami kepada istrinya untuk hidup berdampingan
dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Setelah itu dilaksanakan acara:
g. Huap Lingkung
Huap lingkung berarti kedua
mempelai saling menyuapi senagai perlambang keduanya akan saling mengasihi.
Kemudian kedua mempelai disuapi oleh orang tua kedua belah pihak sebagai
gambaran kasih sayang orang tua kepada anak-anaknya dan merupakan suapan terakhir
dari orang tua. Pada acara huap lingkung diakhiri dengan rebutan bakakak
hayam (panggang ayam) sebagai gambaran bahwa rezeki yang dilimpahkan oleh
Tuhan hendaknya dinikmati dan disyukuri bersama-sama.
Setelah
usai upacara adat ini dilakukan dengan
penerimaan ucapan selamat dan do’a restu dari seluruh keluarga, handai taulan
dan para tamu. Untuk menuju tempat pelaminan pengantin disambut dengan kesenian
yang dipandu oleh seorang lengser, lengser inilah yang akan membawa
pengantin dan kedua orang tuanya ke kursi pelaminan. Dalam perjalanan menuju
kursi pelaminan, dilakasanakan prosesi seni tari dalam bentuk olah payung
kebesaran, umbul-umbul yang diiringi oleh para penari. Sesampainya di kursi
pelaminan disuguhkan tarian persembahan. Selanjutnya para undangan dipersilahkan untuk
memberikan ucapan selamat dan do’a restu kepada kedua mempelai.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari makalah ini saya dapat menarik kesimpulan bahwa
suku sunda ini adalah suku yang memang sangat kental dengan unsur budayanya,
selain itu juga suku sunda terkenal dengan kuliner dan hasil budaya yang memang
masih disimpan baik di dalam suku sunda tersebut.
Saya sebagai seorang yang terlahir di dalam adat suku
sunda sendiri pun merasa bangga dengan suku yang memang melekat pada dalam diri
saya, karena yang saya tahu adalah suku sunda itu juga memiliki sifat yang
ramah yang bisa saling menghargai walaupun kepada orang-orang yang belum di
kenalnya, mereka juga sangat bersifat baik dalam bahasa sundanya itu adalah “someaah hade ka semah”. Dan itu lah yang
menjadikan saya, dan mungkin seluruh masyarakat yang terlahir di dalam suku
sunda bangga terhadap sukunya tersebut.
3.2. Saran
Saran yang dapat saya berikan adalah kita harus
mengetahui bermacam-macam suku yang ada di Indonesia bukan hanya suku sunda
tetapi masih banyak suku-suku yang lainya. Mengenai suku sunda sendiri kita
harus bisa lebih mengembangkan suku yang kita miliki dari sejak lahir,
contohnya saja dalam berbahasa, kita harus bisa menguasai bahasa dalam suku
kita kalaupun misalkan kita tidak bisa menggunakan bahasa itu dengan baik, kita
harus bisa memahami makna dan maksudnya sedikit saja.
Suku itu merupakan bagian pokok dari kebudayaan
Indonesia. Tidak mungkin seseorang lahir tanpa adanya suku, pastilah merka
memiliki suku yang telah dibawa oleh kedua orang tuanya jika suku-suku dari
kedua orang tua berbeda kita tidak boleh condong terhadap satu suku saja tetapi
alangkah lebih baiknya kita bisa mempelajari dan mengenal lebih dekat dari
kedua suku-suku tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Rosidi,
Ayip. Revitalitas Dan Aplikasi
Nilai-Nilai Budaya Sunda Dalam Pembangunan Daerah. Bandung. 2010
Ningrat,
Koentja. Manusia Dan Kebudayaan Di
Indonesia. Jakarta: Djambatan. 1982
Supriatna,
Jatna. Melestarikan Alam Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar